JambiOtoritas.com, TEBO – Sejak awal terbentuknya BUMDES Bersatu Untuk Maju (BUM) desa Tuo Sumay kecamatan Sumay kabupaten Tebo terkait usaha jasa angkutan penyeberangan menimbulkan penolakan sebagian masyarakat disana. Alasan penolakan itu lantaran prospek usaha jasa tersebut diprediksi tidak mungkin menjadikan usaha Bumdes berkembang. Apalagi ponton bekas dibeli dari staf kantor desa Tuo Sumay yang ditengarai masih kerabat mantan kepala desa itu.
” Apalagi armada angkutan yang disediakan pengurus Bumdes bukan armada baru. Melainkan armada bekas. Apalagi usaha itu tidak membuahkan hasil bagi pemiliknya,” ungkap MK, tokoh masyarakat desa itu yang tak ingin identitasnya ditulis lengkap.
Menurut MK mengatakan pemerintah desa Tuo Sumay, kala itu dijabat kepala desa Mas Fuad menggelontorkan anggaran dana desa (DD) TA 2018 untuk penyertaan modal usaha Bumdes senilai ratusan juta termasuk membangun infrastruktur pendukung usaha itu. Tidak hanya dana desa, informasinya dana bantuan dari provinsi juga dialokasikan untuk menyokong kinerja usaha Bumdes tersebut.
” Pembelian armada bekas untuk menjalankan usaha Bumdes ini seperti dipaksakan. Informasi yang beredar dimasyarakat anggarannya berkisar 150 hingga 200 juta. Hanya saja pihak pemdes tidak pernah transfaran soal pengelolaan anggarannya, beredar kabar anggaran Bumdes lebih dari 400 juta, ” kata KM meyakinkan.
Ironisnya, sejak satu tahun belakangan ini, kata dia, usaha penyeberangan Bumdes sudah tidak berjalan lagi. Sejumlah pengurus sudah tidak lagi berada di desa itu hingga keuangan Bumdes menjadi tanda-tanya.
” Manajemen Bumdes itu jelas ada indikasi unsur KKNnya. Semua pengurus Bumdes kerabat dekat Kades lama. Sekretarisnya sudah mengundurkan diri sejak lama. Sementara ketuanya, informasi dimasyarakat dia bekerja di Padang dan bendaharanya bekerja di Batam,” jelas dia.
Sementara itu keberadaan armada (ponton) saat ini bersandar ditepi sungai batanghari di dusun olak bandung desa tersebut. Kondisinya mengenaskan, berkarat dan tidak terawat. Menurut penuturan, Oki yang menjadi operator ponton. Selama hampir satu tahun beroperasi di penyeberangan olak Bandung. Pendapatannya tidak menentu hanya berkisar 200 ribu saja, disuatu waktu bisa lebih dari itu.
” Setiap bulan pendapatan disetor ke orang dikantor desa tetapi saya tidak tahu dengan siapa orangnya. Rekap setoran tiap bulan ada sama ayah (Sulaiman), dia yang dipercaya mengurus ponton ini, ” ujarnya, Minggu (11/4/2021).
Dilain pihak perbandingan pendapatan jasa penyeberangan perharinya bisa mencapai 500 ribu rupiah. Dikatakannya seorang operator penyeberangan diolak bandung, ponton Bumdes hanya beroperasi 2 kali saja dalam satu minggu.
” Kami bergantian, sejak tahun lalu ponton Bumdes kami larang karena tidak ada sumbang -sumbang perbaikan jalan. Jalan penyeberangan ini kami perbaikin dengan dana pribadi, ” katanya. (JOS)
Penulis : David Asmara