JambiOtoritas.com, TEBO – Dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten Tebo melalui fraksi – fraksinya memberikan catatan kritis terhadap LKPj bupati tebo tahun anggaran 2019. Kajian mendalam disampaikan fraksi demokrat dalam pandangan akhir fraksi yang disampaikan wakil ketua II, Syamsurizal dalam sidang Paripurna, pada Senin (20/4/2020) lalu. Berawal dari temuan komisi III terhadap proyek dinas PUPR yang sampai tahun ini (2020) belum ditindak lanjuti oleh pihak dinas PUPR kabupaten Tebo, hingga DPRD terkesan ditinggalkan dalam kegiatan pemeriksaan kelapangan bersama badan pemeriksa keuangan (BPK).
Menurut Sobirin, kalau yang dimaksudkan itu adalah proyek yang disidak komisi III ketika itu tidak ditindaklanjuti dengan langkah pemblacklisan rekanan, karena pekerjaannya tidak selesai diakhir tahun anggaran tapi tidak diputus kontrak dan tidak kita blacklist. Sampai Februari, sampai sebelum 50 hari pekerjaan itu telah selesai.
“ Konsekuensinya rekanan kena denda keterlambatan dan secara administrasi dia tidak kena blacklist. Karena menyelesaikan pekerjaan dengan denda ini tadi. Secara aturan tidak ada sanksi blacklist untuk perusahaan itu, jadi boleh perusahaan itu ikut tender lagi kecuali dilakukan pemblacklisan. Kecuali, seperti pada rekanan pekerjaan paket 7 tahun 2017, rekanan tidak menyelesaikan pekerjaan, rekanan kita blacklist jadi perusahaan itu tidak bisa ikut lelang lagi,” kata Sobirin, Senin (20/4/2020) dikantornya.
Alih – alih ada kecenderungan fraksi Demokrat ‘menyerang’ pemerintah kabupaten Tebo dengan dalih ‘kue’ pembangunan tidak dapat dinikmati perusahaan-perusahaan kecil maupun besar dalam kegiatan pembangunan. Demokrat memberikan penilaian seakan menguak ‘tabir’ modus operandi monopoli proyek dengan memakai /pinjam perusahaan orang lain tapi pada prakteknya yang mengerjakan orangnya hanya itu–itu saja.
“ Selama ini kue pembangunan tidak dapat dinikmati perusahaan kecil hingga besar. Terbukti hasil investigasi tiga perusahaan mengerjakan 41 paket, mulai dari pagu 58 juta sampai dengan milyaran rupiah,” kata Syamsurizal dalam tanggapan fraksinya.
Menanggapi yang demikian, mantan kepala bidang Bina Marga dinas PUPR kabupaten Tebo, Sobirin menepis, apa jika yang disampaikan Syamsurizal itu terjadi di dinas PUPR ketika dirinya menjabat disana, mungkin itu terjadi di dinas Perkim yang lama. Dalam aturan Perpres diatur ada yang namanya, standar kemampuan paket (SKP) disitu ada batasan jumlah pekerjaan yang disyaratkan, paket kecil itu diatur paling banyak 5 paket sedangkan non kecil paling banyak maksimal 7 paket, itu tergantung kemampuan perusahaannya.
Menurut dia, ini masalah etika, kembali lagi kepada informasi yang disajikan penyedia dalam kontrak ketika rekanan dinyatakan sebagai pemenang lelang. Setiap Rekanan wajib melaporkan atau melampirkan daftar pekerjaan yang sedang dilaksanakan, itu termasuk persyaratan kualifikasi. Hal ini baru bisa dilacak kalau rekanan yang dimaksud sudah kontrak, maka itu akan muncul di system LPSE. Mereka wajib melaporkan daftar pekerjaan yang sedang dilaksanakan. Jadi kalau tidak melaporkan daftar pekerjaan yang sedang dilaksanakan rekanan bisa diskualifikasi sebagai pemenang tender sebuah pekerjaan.
“ Itu dapat didata di system LPSE tapi kalau belum lelang, belum bisa dilacak ketika belum ada kontrak yang dibuat, jadi jika rekanan tidak melapor yang bersangkutan bisa digugurkan pada proses kualifikasi,” jelas kepala ULP Tebo ini.
Dikatakannya untuk dikabupaten Tebo, sementara ini di ULP Tebo sekarang sedang berjalan, kasus seperti ini belum ditemukan. Karena baru tender dan kebetulan kabupaten lain banyak belum banyak tender. Tebo kebetulan termasuk duluan melakukan tendernya dibandingkan kabupaten lain. (red JOS)
Penulis : David