Jambiotoritas.com, Jakarta – Ketua Fraksi Golkar di DPRD Jambi, Sufardi Nurzain mangkir atau tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (24/7/2019). Sedianya Sufardi diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap ‘ketok palu’ atau pengesahan RAPBD Jambi tahun 2017 dan RAPBD Jambi tahun 2018.
“Tersangka SNZ (Sufardi Nurzain) tidak hadir. Belum diperoleh informasi terkait ketidakhadirannya,” kata Jubir KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi.
Selain Sufardi yang mangkir, dua anggota DPRD Jambi, Elhelwi dan Gusrizal memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap ‘ketok palu’. Usai diperiksa, Elhelwi dan Gusrizal langsung dijebloskan penyidik ke sel tahanan Rutan Gedung KPK. Kedua legislator itu bakal mendekam di sel tahanan setidaknya selama 20 hari ke depan.
“KPK melakukan penahanan selama 20 hari ke pertama terhadap dua tersangka. Kedua tersangka, E (Elhelwi) dan G (Gusrizal) ditahan di Rutan cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK,” kata Febri.
Elhelwi dan Gusrizal terlihat keluar ruang pemeriksaan sekitar pukul 17.00 WIB. Mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye dan tangan diborgol, kedua Wakil Rakyat itu memilih bungkam dan langsung bergegas masuk mobil tahanan yang membawa mereka ke sel tahanan.
Diketahui, KPK menetapkan 12 orang unsur pimpinan dan anggota DPRD Jambi serta seorang swasta sebagai tersangka kasus dugaan suap ‘ketok palu’ atau pengesahan RAPBD Jambi tahun 2017 dan RAPBD Jambi tahun 2018. Penetapan 13 orang sebagai tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus suap yang menjerat sejumlah pihak, termasuk mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola.
13 orang yang ditetapkan sebagai tersangka itu terdiri dari tiga pimpinan DPRD Jambi, yakni Cornelis Ketua DPRD Jambi serta dua Wakil Ketua DPRD Jambi, AR Syahbandar dan Chumaidi Zaidi. Selain itu, terdapat Ketua Fraksi Golkar, Sufardi Nurzain; Ketua Fraksi Restorasi Nurani, Cekman; Ketua Fraksi PKB, Tadjuddin Hasan; Ketua Fraksi PPP, Parlagutan Nasution dan Ketua Fraksi Gerindra, Muhammadiyah, serta Ketua Komisi III DPRD Jambi, Zainal Abidin. Sementara tiga anggota DPRD Jambi lainnya yang menyandang status tersangka, yakni Elhelwi, Gusrizal dan Effendi Hatta. Satu orang swasta yang juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni Jeo Fandy Yoesman atau Asiang.
Cornelis, Syahbandar dan Chumaidi selaku pimpinan DPRD Jambi diduga meminta dan menagih kesiapan uang ‘ketok palu’. Selain itu, pimpinan DPRD ini juga melakukan pertemuan terkait uang ‘ketok palu’ tersebut. KPK menduga para unsur pimpinan DPRD Jambi meminta jatah proyek atau menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp 100 juta hingga Rp 600 juta perorang.
Sementara para unsur pimpinan Fraksi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait pengesahan RAPBD Jambi, membahas uang ketok palu. Selain itu, para pimpinan fraksi juga menerima uang untuk jatah fraksi sekitar Rp 400 juta hingga Rp 700 juta per fraksi dan Rp 100 juta hingga Rp 200 juta perorang.
Sedangkan para anggota DPRD Jambi diduga mempertanyakan adanya uang ‘ketok palu’, mengikuti rapat pembahasan di fraksi masing-masing dan menerima uang dalam kisaran Rp 100 juta dan Rp 200 juta perorang. Total dugaan pemberian suap ‘ketok palu’ untuk pengesahan RAPBD Jambi tahun 2017 dan RAPBD tahun 2018 adalah Rp 16,34 miliar.
Sementara itu, tersangka Jeo Fandy alias Asiang diduga memberikan uang sebesar Rp5 miliar kepada mantan Plt Kepala Dinas PUPR Jambi Arfan. Uang tersebut diduga diberikan kepada pimpinan dan anggota DPRD Jambi terkait pengesahan RAPBD TA 2018. Diduga uang tersebut akan diperhitungkan sebagai fee proyek yang dikerjakan oleh perusahaan tersangka JFY (Jeo Fandy Yoesman) di Jambi. (red JOS)
Sumber : Suara Pembaruan