Jambiotoritas.com,TEBO – Pemerintah kabupaten Tebo menyangkal ‘cuci tangan’ menghadapi konflik tumpang tindih lahan HGU PT. RAU dengan kelompok Tani Mitra Serumpun desa pinang belai, Sumay kabupaten Tebo, Jambi. Informasi yang beredar terjadi dua kali pelepasan hutan produksi dalam proses penerbitan hak guna usaha (HGU) perusahaan yang kini menuai konflik tersebut.
Beredar kabar ada perubahan terhadap HGU PT. RAU yang diproses sejak tahun 1997. Pemerintah kabupaten Tebo memastikannya bahwa tidak ada terjadi perubahan HGU sampai sekarang, seperti informasi yang beredar saat ini. Informasi itu hanya dikatakan sepihak dari masyarakat yang punya SHM itu. Kepastian pernyataan tersebut, dipastikan Asisten I pemkab Tebo, Amsiridin, ketika dikonfirmasi terkait sikap pemerintah daerah kabupaten Tebo menyikapi konflik yang terjadi dengan sikap penolakan PT. RAU terhadap hasil kesepakatan untuk tidak beraktivitas diatas lahan yang bersengketa.
“ Hasil rapat Tim bahwa pemerintah kabupaten Tebo menyerahkan penyelesaian konflik ini dengan memberikan merekomendasikan agar kanwil BPN provinsi Jambi segera menyelesaikannya. Kalau tidak juga dapat diselesaikan, tentu ada opsi lain yang dilakukan pemerintah kabupaten Tebo. Dan pasti akan kita laporkan ke pemerintah pusat,” kata Amsiridin, diruang kerjanya, Selasa (20/8/2019) sore.
“ Rigunas tidak mau menandatangani kesepakatan itu dan juga tidak melakukan PTUN. Karena alasan karyawan tidak ada pekerjaan. Kita berupaya mencari kebenaran, dan juga melindungi investasi didaerah. Tidak ada juga ada rekomendasi pemda soal terbitnya SHM,” ujar Amsiridin
Dia menjelaskan bahwa pernah ketika pertemuan dilokasi pihak Polrest minta ada utusan pemerintah kabupaten Tebo hasil dalam pertemuan (6/8/2019) itu. Tetapi kepala bidang bina usaha tani dinas perkebunan, perikanan dan peternakan yang diperintahkan turun kesana di usir mereka. Rafik kabid Binus dinas perkebunan itu mewakili pemerintah kabupaten tebo, dia yang saya perintahkan menghadapi masyakarat. Tapi dia sendiri di usir, waktu itu.
Menurutnya, ketika dulu dirinya menjabat Plt. Kepala dinas perkebunan. Pernah membawa masyarakat ini, menemui pihak kanwil BPN provinsi Jambi. Tapi awalnya, mereka (BPN) tidak mau menerima kehadiran masyakarat. Bahkan diakui BPN ketika itu bahwa telah terjadi kesalahan berjamaah terhadap masalah ini.
“ Saya sampai mengatakan, Ini penyakit di BPN, jangan bola panas di kami. Maksud saya selesaikan di kamu (BPN). Kamu ngukur dulu tidak mengajak pemerintah daerah,” katanya.
Dia menegaskan bahwa tidak betul kalau pemda lepas tangan atau cuci tangan dalam konflik yang terjadi. “ BPN harusnya bertanya dulu dengan RAU, karena ada tegakkan kelapa sawit. Bahkan sudah replanting, baru muncul masalah ini yang saya tidak habis pikir, kenapa sertipikat SHM bisa ada,” pungkasnya.
Penulis : David Asmara