Koperasi Neo Mitra Usaha Nyatakan Bukan Wadah Investasi

waktu baca 4 menit
Rabu, 20 Jan 2021 11:02 0 569 jambiotoritas
logo koperasi Neo Mitra Usaha Rimbo Bujang/foto Ist

Jambiotoritas.com, TEBO – Koperasi Neo Mitra Usaha mengisyaratkan tetap berkomitmen akan mengembalikan modal penyertaan para anggota yang memilih menarik modal penyertaan terhadap usaha kerjasamanya pada unit usaha yang dijalankan manajemen sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Dengan demikian pihak pengurus meminta tempo waktu untuk proses pengembalian yang disesuaikan dengan kondisi koperasi di hari ini yang dapat dituangkan ke dalam kesepakatan bersama (MoU). Argumentasi yang dibangun dengan konsep dasar bahwa Koperasi ini bukan wadah investasi, konsepnya adalah usaha bersama, modal penyertaan yang disebutkan dalam undang-undang perkoperasian adalah sebagai salah satu sumber permodalan koperasi.

“Kita menjalankan undang-undang itu, juknis pelaksanaannya adalah peraturan kementrian. Isi-isi pasal dalam perjanjian yang kita buat sudah kita sesuaikan dengan juknis itu. Karena konsepnya usaha bersama dengan keuntungan kegiatan penjualan pada unit usaha dibagikan kepada anggota dengan istilah bagi hasil bukan ‘reward’, karena badan hukum berbentuk koperasi yang dalam menjalankan unit-unit usahanya jika ada untungnya kita bagi tetapi kalau merugi kita tanggung bareng-bareng,” seperti tertulis dalam surat klarifikasi manajemen Koperasi Neo Mitra Usaha, No. 028/5758-E/KED/M/A/I/2021 tanggal 19 Januari yang diterima redaksi JambiOtoritas.com, Selasa (19/1/2021) mengklarifikasi berita sebelumnya.

Manajemen menyatakan pada hakekatnya pembagian hasil usaha koperasi diberikan ke anggota semestinya baru diberikan setahun sekali. Dalam persolaan bagi hasil diberikan perbulan kepada anggota tidak merata sebenarnya tergantung pada hasil penjualan barang dan jasa pada unit-unit usaha. Selama pandemic COVID usaha – usaha Neo Mitra Usaha terdampak, sejak adanya kelonggaran (PSBB) baru berapa lama, baru ada kelonggaran yang beberapa usaha mulai bangkit.

“Data keuangan dan aktifitas anggota semua sudah kita buka di DPRD. Bagaimana kepedulian anggota kepada usaha koperasi ini antara saat sebelum COVID dengan di saat COVID juga sudah kita sampaikan secara gambalang berdasarkan data dan fakta.” urainya.

Dalam aturan modal penyertaan di Koperasi Neo Mitra Usaha, dalam ketentuannya sama sekali tidak direkomendasikan menggunakan uang dari hasil pinjaman Bank, tetapi fakta dilapangan berkata lain, yang bisa kami lakukan adalah menerapkan teguran dan sanksi administratif kepada para oknum yang mengiming-imingi calon anggota bergabung ke Neo.

Terhadap mitra pemasar kita selalu wanti-wanti. Tentunya Neo harus selalu aman dan nyaman dalam menjalankan usahanya. Saya tidak merekomendasikan anggota masuk ke NMU dengan cara hutang di bank. Setiap ada anggota yang masuk, mereka membuat penyataan kalau uang itu bukanlah uang hutang di bank dan mereka tandatangani itu. Kalau yang terjadi dilapangan ternyata mereka tidak menjalankan SOP, manajemen Neo tidak pernah ada habisnya meminta praktik seperti itu untuk dihentikan.

“Tidak ada larangan mereka mau menarik modal penyertaan yang dikerjasamakan dengan NMU bahkan belum habis kontraknya. Bahkan tahun 2020, Walapun kita ada ketentuan untuk mengamankan modal, dengan membangun usaha baru. Misalkan, dalam perjalanannya mau ditarik, semestinya sebelum itu dilakukan diharuskan confirm dulu dalam tempo waktu dua atau tiga bulan sebelum itu,” jelasnya.

Pada Maret 2020 NMU sudah persiapan RAT, tetapi seminggu jelang itu terlaksana kita dapat surat dari kementrian untuk menunda RAT dalam situasi pandemic. Sebulan kemudian diadakan rapat luar biasa dengan tujuan mengambil keputusan dengan cara cepat. Ada tiga opsi yang ditawarkan dalam rapat itu. Opsi pertama, Neo tutup sementara sampai COVID selesai. Bagi hasil 1- 4 %, kita flate 1 persen saja, agar koperasi tetap jalan tetapi beban usahanya tidak terlalu berat. Ketiga, mereka lebih memilih walapun kondisi COVID tetap ingin berjalan seperti biasa dan komitmen bekerja seperti biasa. Akhirnya yang terjadi justru sebaliknya, opsi ketiga yang disepakati dalam RALB tersebut tidak dijalankan dengan semestinya.

“MoU dengan anggota yang pernah dibuat sampai dengan detik ini sama sekali tidak ada yang berubah, konsekuensinya jelas, ketika dituntut lembaga usaha terus beroperasi seperti tidak ada COVID, manjemen dituntut tetap memberikan bagi hasil tetapi yang jualan nggak ada. Mereka selalu menuntut bagi hasilnya, padahal MoU jelas antara hak dan kewajiban,” (JOS)

Penulis : Redaksi

Berita Terkaitnya :

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA