JambiOtoritas.com, BUNGO – ” Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung”, demikan sebuah pepatah adat daerah melayu Jambi yang secara umum menjadi pijakan dalam kehidupan bermasyarakat. Artinya, dimana kita hidup haruslah tunduk dan patuh dengan aturan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat adat daerahnya.
Dalam kabupaten Bungo khususnya dan provinsi Jambi umumnya, telah terbentuk struktur pengurus adat hingga ke tingkat dusun (desa). Lembaga adat melayu didesa salah satu perannya menegakkan aturan- aturan atau norma yang berlaku ditengah masyarakat adat Kabupaten Bungo.
Dalam satu permasalahan atau perselisihan yang timbul lembaga adat menjadi sarana penyelesaian yang berlandas hukum adat, norma dan etika yang hidup ditengah masyarakatnya. Tetapi apabila pihak-pihak yang merasa dirugikan dan merasa tidak puas dengan hasil keputusan yang ditetapkan dapat menempuh jalan lain hingga mendapatkan rasa keadilan.
Perasaan ketidakpuasan seorang warga, Santoso yang mengadukan tuduhan terhadap dirinya ke lembaga adat Bangunharjo menimbulkan kecewa. Hasil keputusan ‘ sidang adat’ tanggal 7 Agustus 2020 memang tidak dapat dia terima begitu saja. Dan bermaksud akan melaporkan Paimin ke pihak berwajib atas dugaan pencemaran nama baik ataupun perbuatan tidak menyenangkan dirinya.
Menurut Santoso, surat berita acara yang dibuat tidak mencantumkan pokok pengaduan yang diadukan. Dalam point pertama yang ditulis ‘terjadi kesalahpahaman’ saja.
” Tidak ada memuat aduan saya yang menjadi dasar laporan ke lembaga adat. Masalah yang saya adukan tuduhan mau mengambil buah sawit (TBS) oleh Paimin,” kata Santoso, Selasa (1/9/2020).
Menurut Santoso, yang sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian sektor pelepat ilir mengatakan bahwa surat berita acara yang dibuat dan ditandatangani Ahmad Sobri pimpinan sidang, Samingan sebagai notulen rapat dan diketahui Sarwan sebagai Rio Bangunharjo, tidak mencantumkan pokok aduan yang dibahas dalam rapat. Sehingga tidak jelas persoalan yang sebenarnya terjadi. Bahkan surat keputusan itu baru diterima setelah didesak berselang lebih dari sepuluh hari.
” Kalau seperti ini kita prihatin dengan sikap pengurus lembaga adat Bungunharjo hingga datuk Rio, Sarwan. Terlihat mereka tidak profesional. Sudah dua kali saya datang meminta supaya isi suratnya diubah. Tetapi Rio menolaknya, dengan alasan takut dijadikan saksi,” ucapnya.
Sementara itu, Rio Bangun Harjo, Sarwan yang dikonfirmasi tidak banyak memberikan keterangannya. Dari sejumlah pertanyaan yang dikirimkan via Whatsapp, Sarwan hanya mengatakan berita acara keputusan itu, “sudah menjadi hasil musyawarah. Kalau mau merubah harus musyawarah lagi”.
Sementara pertanyaan lain seputar landasan berfikirnya terkait takut menjadi saksi, bila perselisihan ini berlajut ke proses hukum tidak dijawabnya. Begitu juga pertanyaan soal, apakah ada keberpihakannya ?, dan bagaimana, isi surat itu mau dirubah atau tidak, juga tidak dijawabnya. (red JOS)
Penulis : David Asmara