Gasifikasi, Dorong Proyek Pemanfaatan Batubara

waktu baca 3 menit
Minggu, 2 Feb 2020 13:12 0 352 jambiotoritas

Tambang batubara Bukit Asam/foto Istimewa


Jambiotoritas.com, JAKARTA – Program gasifikasi batubara atau coal to Dimethyl Ether (DME) akan terus didorong oleh Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam meningkatkan nilai tambah batubara. Bahkan, program DME ini telah dimasukan sebagai prioritas utama investasi minerba dalam lima tahun ke depan guna menggenjot multiplier effect bagi perekonomian nasional.

“Program DME ini bisa meningkatkan nilai tambah batubara serta mengurangi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG),” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif, sesuai siaran pers Nomor 055.Pers/04/SJI/2020 Tanggal 1 Februari 2020.

Terhitung hingga tiga tahun ke depan, jelas Arifin, Pemerintah tengah menyiapkan kajian finansial, teknis dan non-teknis, pedoman pemanfaatan serta regulasi pengusahaan gasifikasi batubara.

“Kami memfokuskan pada pemegang Perjanjian Karya Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi Pertama,” tegasnya.

Saat ini, terdapat delapan perusahaan pemegang PKP2B, yakni PT Berau Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Adaro Indonesia, PT Indominco Mandiri, PT Kaltim Prima Coal, PT Kendilo Coal, PT Kideco Jaya Agung dan PT Multi Harapan Utama.

Di samping itu, pemerintah tengah membuka peluang untuk memberikan insentif pengurangan royalti batubara. “Kami juga sedang menyiapkan insentif untuk program DME ini, baik kebijakan harga batubara-nya maupun penyesuaian royalti batubara,” kata Arifin.

Adapun, salah satu proyek gasifikasi batubara saat ini tengah dikerjasamakan oleh Pertamina dan PT Bukit Asam (PTBA) Tanjung Enim & Air Products. Proyek ini dinilai sudah cukup ekonomis lantaran PTBA akan memasok batu bara dengan kalori rendah dengan harga terjangkau.

“Pada tahun 2023 proyek Coal to DME kerjasama Bukit Asam dan Pertamina diharapkan dapat memproduksi 1,4 Juta Ton DME yang dapat mensubtitusi LPG. Nantinya, konsumsi batu bara yang dibutuhkan PTBA sebanyak 8 juta ton per tahun dengan GAR 4.000 kcal/kg untuk hasilkan 1,4 juta DME, 300 ribu Methanol dan 4,25 juta ton MEG,” jelasnya.

Arifin juga menyatakan bahwa salah satu dukungan yang dilakukan Pemerintah adalah dengan memberikan harga khusus bahan baku gasifikasi dikisaran USD 20 – 21 per ton. Bahkan sudah (ditetapkan) kalau bisa di bawah lagi. Kita dorong proyek yang memang memanfaatkan batubara untuk hilirisasi,” ungkap Arifin.

Arifin melanjutkan, penetapan harga batubara khusus untuk hilirisasi sebagai bahan baku LPG tidak memerlukan payung hukum. “Kayaknya tidak perlu pakai Permen (Peraturan Menteri), B to B (business to business) saja, tapi kita yang minta supaya bisa masuk keekonomian,” ujar Arifin lagi.

Tahap pengerjaan fisik sendiri baru bisa dimulai pada 2023 hingga 2024. Dalam prosesnya, batubara dihilirisasi menjadi syngas yang bisa diubah langsung menjadi Methanol Ethylene Glycol (MEG) dengan kapasitas produksi 250 ribu ton per annum. Selain itu, syngas juga bisa diolah kembali dan menghasilkan Methanol sebanyak 300 ribu ton per annum, selanjutnya Methanol masih bisa diolah kembali untuk menjadi DME dengan total produksi pada tahun 2024 mencapai 1,4 juta ton per annum. (red JOS)

Sumber : Humas

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA